Minggu, 29 Mei 2016

Permasalahan Sistem Pengontrolan PLTMH Menggunakan ELC (Electronic Load Control)


ELC (Electronic Load Control) merupakan alat kontrol PTLMH yang berfungsi untuk menjaga frekuensi listrik yang dihasilkan PLTMH agar selalu berada dalam range standar (45 - 55 Hz), meskipun terjadi fluktuasi beban. Fluktuasi beban dapat terjadi akibat penambahan/ pengurangan penyalaan lampu atau beban elektronik lainnya. Adapun prinsip kerja ELC adalah membuang kelebihan energi yang dibangkitkan oleh generator ke resistor (dilapangan disebut ballast) yang disebut juga dengan beban bayangan (dummy load) agar diperoleh keseimbangan energi yang dibangkitkan dengan energi yang diserap. Apabila tidak terjadi kesimbangan, maka akan menyebabkan kenaikan atau penurunan putaran generator yang berakibat pada perubahan frekuensi dan tegangan listrik yang dihasilkan PLTMH. Jika perubahan tersebut melampaui batas normal, maka dapat merusak PLTMH ataupun beban konsumen. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pengaturan frekuensi PLTMH melalui ELC dilakukan disisi elektrikal.

Berbeda halnya dengan governor, yang mana pengaturan  frekuesi dilakukan melalui pengaturan energi imput turbin yakni dengan pengaturan debet air. Fluktuasi beban diseimbangkan dengan jumlah debet air yang mengenai sudu turbin melalui pengaturan sudu antar (guide vane) atau katub masuk (intake valve) ke turbin.

Berdasarkan uraikan di atas dan temuan di lapangan, didapat beberapa catatan tentang ELC al. :
1. Pengaturan frekuensi dilakukan disisi elektrikal
2. Generator dan turbin dipaksa selalu bekerja pada beban penuh, meskipun beban konsumen             berkurang, sehingga dapat memperpendek life time.
3. Memerlukan dummy load yang sebanding dengan kapasitas generator, sehingga tidak efektif         untuk PLTMH berkapasitas di atas 50 kW.
4. Kerusakan tiba-tiba pada ELC akan berakibat fatal pada beban konsumen maupun generator.
5. Kerusakan pada ELC sulit diperbaiki, sehingga biasanya dilakukan penggantian total yg memerlukan biaya relatif besar (sekitar Rp. 1 jt/kW).

Solok Selatan Mandiri Energi ?



Kabupaten Solok Selatan kaya dengan potensi air, apabila dikelola dengan baik berpotensi membangkitkan daya listrik mencapai 100 MW. Sementara kebutuhan daya listrik di Solok Selatan saat ini hanya 8 MW. Namun apa yang dialami masyarakat Solok Selatan saat ini sangatlah memprihatinkan, dimana layanan listrik PLN dipergilirkan (mati bergiliran). Hal demikian disebabkan PLTM Selo Kencana (PLTM SKE)  berkapasitas 2 x 4 MW yang nota bene milik swasta IPP (Independen Power Producer)  mengalami kerusakan. Ketika dikonfirmasi ke PLN bagian yang mengurusi Pembangkit Listrik Swasta (PLS) yaitu Bapak Darmalis, beliau mengatakan bahwa keberadaan  PLTM SKE di Solok Selatan sangatlah urgen, apabila SKE mengalami kerusakan maka kondisi kelistrikkan di Solok Selatan mundur seperti 2 tahun yang lalu (sebelun SKE beroperasi). Akibat keterbatasan, maka sampai saat ini PLN belum mampu menambah infrastruktur seperti pebangunan GI di Sangir yang sebenarnya sudah masuk dalam RUPTL tahun 2014-2024.


Sebenarnya, di Solok Selatan sudah terdapat 29 PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro) dengan kapasitas daya 30 - 300 kW yang tersebar diberbagai wilayah. Umumnya PLTMH ini dibangun di daerah terpencil yang jauh dari jangkauan jaringan PLN, sehingga pemerintah daerah membuat kebijakan membangun PLTMH yang didanai dari berbagai sumber seperti PNPM Mandiri, APBD, APBN dan dana hibah dari luar negeri. Saat ini masyarakat pengguna PLTMH tidak terkena dampak pemadaman bergiliran listrik PLN, karena mereka sudah mandiri energi. Meskipun demikian, bukan berarti mereka tidak punya masalah tentang listrik. Rendahnya SDM pengelola dan operator, serta rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya membaar iuran bulanan mengakibatkan PLTMH yang ada juga sering bermasalah. Hal demikian juga disebabkan masih terbatasnya kemampuan Pemda mendampingi PLTMH yang ada. Biasanya, setelah pembangunan PLTMH selesai dan bisa dioperasikan kemudian diserahkan ke masyarakat. Akibatnya banyak PLTMH yang tidak terawat sehingga tidak beroperasi maksimal, bahkan tidak beroperasi.


Oleh karena itu pemerintah Solok Selatan harus melakukan sebuah terobosan baru, Audiensi jurusan Teknik Elektro Universitas Bung Hatta yaitu Dr. Hidayat, S.T, M.T bersama ketua Jurusan Ir. Arnita, M.T beserta 2 orang mahasiswa (Ikhsan Irdas dan Junaidi) dengan Kepala Dinas ESDM yaitu Ir. H. Amril Bakhri, MTP, pada tanggal 25 Mei 2016 dimaksudkan untuk ikut memberi peran aktif membantu menyelasikan permasalahan yang ada.  Melalui program hibah KKN-PPM yang ditawarkan Kementrian Ristek Dikti, akan diusulkan judul "PELATIHAN SISTEM PENGELOLAAN DAN PERAWATAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO (PLTMH) DI NAGARI PAKAN RABAA UTARA KECAMATAN KOTO PARIK GADANG DI ATEH (KPGD) KABUPATEN SOLOK SELATAN SUMATERA BARAT". Bapak Ir. H. Amril Bakhri, MTP, sangat mendukung kegiatan tersebut dan berharap benar-benar terelisasi pada tahun 2017.

Pertemuan  selanjutnya dengan Asisten II yaitu Bapak Ir. H. Epli Rahman, MM, yang beliau juga sangat mendukung rencana kegiatan tersebut. Beliau mengajak Universitas Bung Hatta yang sudah mempunyai  MOU dengan Pemda Solok Selatan agar ikut membantu permasalahan yang ada. Sebuah gagasan yang beliau lontarkan adalah "Solok Selatan Mandiri Energi". Untuk itu diperlukan pemetaan potensi energi air yang ada di Solok Selatan berikut dengan klaster kapasitasnya. Dengan adanya data tersebut, dapat dibuat perencanaan pembangunan PLTM/PLTMH yang pelaksanaannya ditawarkan kepada lembaga pemerintah dan swasta.

Rabu, 04 Mei 2016

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AMPAS SAWIT



Pendahuluan

Pemanfaatan limbah kelapa sawit sebagai bahan utama pembangkit listrik memiliki nilai keekonomian yang tinggi. Ada 2 model teknologi penggolahan Limbah kelapa sawit menjadi listrik yaitu pengolahan limbah padat dan pengolahan limbah cair. Pengolahan limbah padat (tandan kosong, cangkang dan serabut) yaitu dengan cara menjadikannya sebagai bahan bakar  pada ketel uap (boiler) yang menghasilkan uap (steam) untuk memutar turbin uap dan generator yang disebut dengan Pembangkit Listrik Tenaga Biomasa  (PLTBm).  Pengolahan limbah cair yaitu memanfaatkan limbah cair kelapa sawit yang menghasilkan gas metan sebagai sumber bahan bakar yang disebut dengan Pembangkit Listrik tenaga Biogas Sawit (PLTBGS).


Gambar 1. Konfigurasi Pembangkit Listrik Tenaga Biomasa (PLTBm)


Gambar 2. Konfigurasi Pembangkit Listrik Tenaga Biogas Sawit (PLTBGs)


Analisis Ekonomi

Sebagai acuan perhitungan ekonomi digunakan  data sbb,
Jenis Data              Nilai
Kapasitas              1 MW
Umur                     25 Tahun
Biaya Investasi     3.120.000 USD
Suku Bunga            12%

Dengan memperhitungkan seluruh biaya yang terkait (biaya investasi, biaya bahan bakar, biaya perawatan dan operasional) diperoleh biaya produksi Rp. 770,9/kWh.

Produksi energi pertahun :
= 1.000 kW x 24 h x 340
= 8.160.000 kWh


Dengan asumsi waktu operasi 24 jam per hari selama 340 hari pertahun (25 hari perawatan).

Keuntungan per kWh = Harga Jual Rp./kWh – Biaya produksi Rp./kWh
Sehingga didapat keuntungan petahun (Rp)


Jenis Pembangkit         Tersambung ke JTM 20 kV Tersambung ke JTR 380 V

PLTBm 3,093,456,000 5,949,456,000
PLTBGs 2,277,456,000                                      5,133,456,000


PLTMH di Solok Selatan



Proponsi Sumatera Barat memiliki banyak potensi air yang dapat dijadikan sebagai Pusat Listrik Energi Baru dan Terbarukan (PLT-EBT) dalam skala besar, menengah dan kecil. Di beberapa daerah terpencil di kabupaten Solok Selatan propinsi Sumatera Barat, masih terdapat wilayah yang belum dialiri listrik PLN. Kebijakan yang diambil pemerintah setempat adalah, membangun pusat listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) yang didanai oleh APBN, APBD, PNPM, hibah luar negeri dan swadaya masyarakat. Pada umumnya setelah PLTMH beroperasi, pengelolaannya diserahkan kepada masyarakat setempat. Permasalahan yang sering terjadi adalah apabila terjadi kerusakan pada PLTMH pengelola sulit untuk memperbaikinya, disebabkan keterbatasan sumber dana dan sumberdaya manusia.  Sampai sekarang (tahun 20016) terdapat 27 PLTMH yang sudah dibangun di kabupaten Solok Selatan, yang sebagian besar tidak bisa beroperasi maksimal diakibatkan kurangnya perawatan dan lemahnya sistem manajemen pengelola.

Di kecamatan KPGD Kabupaten Solok Selatan terdapat 5 buah PLTMH yang dimanfaatkan untuk mengaliri listrik rumah masyarakat. Berdasarkan tinjauan ke lapangan diketahui bahwa umumnya PLTMH tidak memiliki peralatan kontrol otomatis, hanya dioperasikan pada malam hari (±8 jam/hari), tidak mampu menghasilkan daya maksimum, apabila ada kerusakan memerlukan waktu yang lama untuk perbaikan dan kekurangan biaya untuk perbaikan. Disamping itu, tidak ada pencatatan harian kondisi PLTMH sehingga sulit menelusuri riwayat operasi PLTMH bersangkutan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan sumberdaya manusia trampil yang berkemampuan mengoperasikan, memperbaiki dan mengelola sistem keuangan PLTMH.
Kemampuan tersebut dapat diberikan melalui pelatihan pengoperasian, perbaikan dan pengelolaan manajemen keuangan PLTMH kepada pengelola dan masyarakat yang terkait. Berbekal kemampuan tersebut diharapkan PLTMH dapat beroperasi optimal sehingga pemanfaatannya tidak saja untuk penerangan dimalam hari, tetapi dapat juga digunakan sebagai pendorong kemajuan ekonomi masyarakat disiang hari.     


bersambung.....................



Wacana

Mungkinkah Status Universitas Bung Hatta dari PTS Berubah Menjadi PTN ?

Tunggu artikelnya........